TEKNIK BUDIDAYA IKAN BOTIA
(Chromobotia macracanthus, Bleeker)
PAPER
Sebagai Salah Satu Syarat untuk Mengikuti Ujian Akhir Semester IV
pada Sekolah Tinggi Perikanan
Oleh :
SONI WIBOWO
4408418272
PROGRAM STUDI TEKNOLOGI AKUAKULTUR
JURUSAN TEKNOLOGI PENGELOLAAN SUMBERDAYA PERAIRAN
SEKOLAH TINGGI PERIKANAN
JAKARTA
BAB I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Menurut penelitian dari Loka Riset Budidaya Ikan Hias Air Tawar (LRBIHAT),
ekspor ikan hias Indonesia terus mengalami peningkatan dari tahun ke
tahun. Sementara itu rata – rata pertumbuhan permintaaan negara
pengimpor ikan hias mencapai 15 % per tahun. Negara
– negara yang dikenal sebagai negara pengimpor ikan hias utama didunia
antara lain Amerika Serikat (AS), Jerman, Inggris, Belanda, Belgia,
Prancis, Kanada, Jepang, Taiwan, dan juga beberapa negara dikawasan
timur tengah. AS merupakan negara pengimpor terbesar, dengan sekitar 70 % persediaan ikan hias dipasar dunia diserap negara ini.
Di
sisi lain, negara – negara di Asia Tenggara merupakan negara pemasok
terbesar ikan hias, mampu memasok sekitar 60% kebutuhan ikan hias dunia.
Indonesia, yang merupakan produsen ikan hias utama, memasok sekitar 15 %
pasokan ikan hias dunia. Singapura tercatat sebagai pengekspor
terbesar. Konon ikan – ikan yang di ekspor singapura merupakan ikan
ekspor dari Indonesia, Filipina, dan Malaysia.
Berkat
keunggulan ekonomi dan infrastruktur transportasinya, Singgapura mampu
menjadi salah satu pusat perdagangan dunia di Asia. Tanpa sumber daya
alam pun, Singapura dapat menjadi pengekspor ikan hias terbesar di
dunia. Singapura mrngimpoor ikan – ikan hias dari negara tetangga
dengan harga murah, memeliharanya selama beberapa waktu dan kemudian
menyortirnya sesuai permintaan pasar Eropa dan AS. Dengan cara ini
Singapura dapat menjadi eksportir utama dan meraup keuntungan besar dari
pasar ikan.
Ikan Botia (Botia macracanthus, Bleeker)
atau Clown loach merupakan spesies ikan hias air tawar asli Indonesia
yang banyak ditemukan di perairan umum di Sumatra dan Kalimantan,
memiliki nilai ekonomis tinggi dan merupakan komoditas potensial untuk
ekspor ke mancanegara terutama Asia, Amerika Serikat dan beberapa Negara
Uni Eropa. Ikan ini diketahui pertama kali di ekspor keluar negeri
pada tahun 1935.
Kendala
yang dihadapi saat ini yaitu ketersedian benih karena masih
mengandalkan hasil tangkapan dari alam. Hasil tangkapan setiap tahunya
berfluktuasi, tergantung pada musim dan cenderung menurun. Hal ini
karena botia belum dapat di tangkarkan dan produksinya masih
mengandalkan tangkapan dari alam. Oleh karena itu diperlukan teknologi
pembenihan sebagai upaya perlindungan dan pengelolaan plasma nutfah ikan
asli Indonesia.
Selain
itu, ada peraturan pemerintah untuk menjaga kelestarianya sehingga ada
larangan untuk menangkap atau memperdagangkan botia berukuran lebih dari
15 cm. Bila tidak diimbangi dengan usaha pengembang biakannya,
pengambilan usaha pengembang biakan ikan botia dari alam yang dilakukan
secara terus-menerus dapat merusak populasi ikan hias ini.
Kekhawatiran
akan punahnya ikan botia mulai terjawab setelah pemijahan terkontrol
terhadap ikan jenis yang berhasil dilakukan. Penelitian botia mulai
dilakukan sejak tahun 1990-an oleh loka riset budidaya air tawar ( BBAT
), Sukabumi, dan loka riset budidaya ikan hias air tawar, Depok. Loka
riset budidaya air tawar adalah lembaga yang memulai usaha pengembang
biakan ikan botia secara buatan ( induced breeding ).
Keberhasilan ini, selain mendatangkan keuntungan ekonomi, secara tidak
langsung juga dapat mengurangi penangkapan ikan botia di alam.
Teknologi
pembenihan dan pemeliharaan ikan botia perlu disosialisasikan kepada
masyarakat luas agar semakin banyak pihak yang terlibat dalam pengembang
biakan ikan ini. Pengembang biakan ikan botia ini selain untuk
kebutuhan ekonomi juga untuk kepentingan ekologi, yaitu melalui restocking atau penebaran kembali kealam liar.
1.2 Tujuan
Beberapa tujuan yang di peroleh penulis dalam pembuatan paper ini, adalah sebagai berikut :
- Untuk mengetahui sumber induk yang di gunakan dalam Pembenihan Ikan Botia
- Mempelajari teknik Pembenihan Ikan Botia dengan pemijahan buatan menggunakan ovaprim
- Untuk mengetahui permasalahan apa saja yang timbul dalam melaksanakan Pembenihan Ikan Botia
1.3. Batasan Masalah
Mengetahui cara dan teknik pemijahan atau pengembang biakan ikan botia
sebagai salah satu cara mencegah ikan ini dari kepunahannya.
BAB II. BIOLOGI IKAN BOTIA
( Botia macracanthus )
2.1. Klasifikasi Ikan Botia ( Botia macracanthus )
Didalam buku Saanin (1984) disebutkan bahwa genus botia memiliki 2 spesies, yaitu Botia macracanthus dan B. hymenophysa. Sedangkan Kottelat, dkk (1993), dalam buku Freshwater Fishes of Western Indonesia and Sulawesi, mencatat adanya tiga spesies. Selain kedua spesies tersebut, satu spesies lainnya adalah B. reversa.
Botia macracanthus ( Gambar 1) mempunyai 3 pita hitam yang melingkari tubuhnya, sedangkan B. hymenophysa dan B. reversa masing – masing mempunyai 13 – 15 pita dan 12 pita. Menurut Darti dkk. (2007), klasifikasi ikan botia sebagai berikut :
Fillum : Chordate
Kelas : Osteichthyes
Subkelas : Actinopterygii
Ordo : Teleostei
Subordo : Cyprinoidea
Famili : Cobitidae
Genus : Botia
Spesies : macracanthus
Nama latin : Botia macracanthus, Bleeker
2.2. Morfologi
Bentuk
tubuh ikan botia adalah agak bulat memanjang dan agak pipih ke samping,
kepala agak meruncing pipih kearah mulut (seperti torpedo). Badan
tidak bersisik, mulut agak kebawah dengan 4 pasang sungut diatasnya
patil / duri dibawah mata yang akan keluar apabila marasa ada bahaya.
Oleh karna memiliki patil itulah botia disebut si mata berduri ( thorn eyes ). Sirip dada dan sirip perut / anal berpasangan, sirip punggung tunggal dan sirip ekor bercagak agak dalam.
Warna ikan kuning cerah dengan 3 garis lebar atau pita hitam lebar.
Pita pertama melingkari kepala melewati mata, yang kedua dibagian depan
sirip punggung dan yang ketiga memotong sirip punggung bagian belakang
sampai ke pangkal ekor. Sirip berwarna merah oranye kecuali sirip
punggung yang terpotong garis hitam. (Darti dkk. 2007)
Karena tampilan ikan ini menyerupai badut, botia disebut sebagai ikan badut (clown fish / clown loach )
botia juga disebut si macan karna belang tubuhnya yang seperti macan.
Botia tergolong ikan yang berukuran sedang. Panjangnya dapat mencapai
40 cm dengan berat sekitar 450 gr. Botia tergolong ikan berumur
panjang, dapat mencapai umur sekitar 20 tahun.
Adapun menurut Ghufran dan Kordi (2009) perbedaan dari ketiga spesies ikan botia ini adalah sebagai berikut :
1. Botia Macracanthus
Spesies Botia macracanthus merupakan
spesies yang mempunyai warna paling indah. Warana dasar spesies ini
kuning keemasan atau sawo matang yang dibalut warna hitam atau pita
hitam di tiga tempat. Pita hitam ini mirip selendang, yang menyebabkan
botia disebut sebagai ratu ikan air tawar. Pita hitam pertama memotong
diatas kepala, melintas persis di mata. Pita yang dibagian tengah tubuh
agak lebar, dan yang melintas di pangkal ekor merambat sampai sirip
punggung. Spesies ini hanya terdapat di Indonesia, terutama Sumatera
dan Kalimantan.
2. Botia Hymenophysa
Mempunyai warna dasar abu – abu atau kecoklatan, dengan bagian perut berwarna keperakan. Bentuk tubuhnya mirip spesies Botia macracanthus, hanya
saja ukurannya lebih panjang. Pada tubuhnya terdapat 12 -14 pita tegak
berwarna kebiru – biruan bertepi hitam. Yang berwarna pucat lebih
lebar. Pada sirip punggung terdapat 12 – 13 jari – jari bercabang, dan
terdapat bercak dan garis warna pada ujung sirip punggung. Spesies ini
terdapat di Sumatra, Kalimantan, dan Malaysia.
3. Botia Reversa
Spesies ini berwarna dasar abu – abu atau kecoklatan. Bentuk tubuh dan kepala mirip spesies Botia hymenophsa. Pada
tubuhnya terdapat 12 pita tegak berwarna hitam. Pita yangb berwarna
gelap lebih lebar dari pada yang pucat. Pada sirip punggung terdapat 9 –
11 jari – jari bercabang. Spesies ini ditemukan di sungai – sungai di
dataran tinggi. Terdapat di Sumatra, Kalimantan, dan Jawa.
2.3. Penyebaran
Penyebaran ikan botia sangat luas yaitu di sungai-sungai Sumatera
bagian Selatan dan Kalimantan. Hidup dalam kelompok mulai dari hulu
sampai ke muara. Daerah penangkapan ikan ini adalah diperairan yang
tenang yaitu rawa-rawa dan sungai bagian hilir. Anak- anak botia
umumnya ditangkap di “nursery ground” yaitu ditempat air pasang sampai
ke hilir sungai. Penangkapan dengan bubu dari bambu dipasang di mulut
sungai ke rawa-rawa. (Darti dkk. 2007)
2.4. Habitat
Daerah sungai dengan kondisi air ber pH yang agak asam antara 5,0 - 7,0 suhu 24 - 300C merupakan habitat ikan botia.
Perairan
jernih dengan batu-batuan dasar merupakan tempat botia tinggal. Dari
survey yang dilakukan di daerah Sumatera Selatan (sungai Musi) diketahui
anak-anak botia hidup di daerah yang berarus lemah, dasar lumpur dan
keruh dengan kedalaman 5-10 m.
Sementara
induknya berada di daerah dengan arus kuat (hulu) yang jernih dan kasar
berpasir dan bebatuan maximum kedalaman adalah sekitar 2 m. Ikan botia
hidup di dasar perairan (termasuk ikan dasar), yang aktif mencari makan
pada malam hari (nocturnal). Termasuk ikan yang pemalu sehingga lindungan atau sembunyian dalam pemeliharaan amat diperlukan. (Darti dkk. 2007)
2.5. Kebiasaan makan
Pada waktu malam botia mencari makan dengan menggunakan sungut sebagai
peraba, memangsa berbagai cacing dan organism lain yang ada di
perairan.ikan botia termasuk ikan omnivora atau makan apa saja walaupun
pakan hidup lebih disukai. Sebagai ikan dasar maka pakannya adalah
organisme dasar perairan seperti cacing baik cacing rambut (Tubifex sp)
merupakan salah satu pakan yang baik karna mengandung pigmen yang dapat
memperindah warna botia atau larva insekta dasar seperti cacing darah (Chironomus sp.) dan pellet dengan kandungan protein 30%. Penelitian yang mengamati di alam pada lambung botia juga ditemukan udang-udang kecil. (Darti dkk. 2007)
2.6. Reproduksi
Belum
diketahui bagaimana ikan botia berkembang biak di alam. Hanya saja
anak-anak ikan ini banyak ditangkap pada musim hujan yaitu bulan oktober
sampai januari,yang mengindikasikan saat itu adalah saat botia memijah.
Sementara pada musim kemarau tidak ada anak botia di alam. Pemijahan
yang dilakukan di lingkungan budidaya adalah dengan teknologi stimulasi
hormon untuk merangsang pemijahan dan pembuahan yang dilakukan dengan
cara buatan. (Darti dkk. 2007)
Bila
hendak memijah, botia yang sudah matang gonad akan berenang melawan
arus menuju hulu sungai yang berair dangkal. Disepanjang sungai yang
dangkal dan jernih itu induk botia akan memijah. Setelah memijah, ikan
akan kembali ke hilir mengikuti aliran sungai. Saat memijah, botia
melepaskan semua telur – telurnya secara serempak.
Telur
botia yang telah dibuahi akan menetas 14 – 26 jam setelah pembuahan.
Anak – anak ikan botia berkelompok dalam jumlah besar sehhingga mudah
ditangkap dalam jumlah banyak.botia mulai matang gonad setelah ukurannya
± 40 gr untuk botia jantan dan untuk botia betina ± 70 gr, atau
panjangnya lebih dari 15 cm. penelitian yang dilakukan oleh Darti dkk. (1999), menemukan bahwa indukan dengan ukuran 22 – 23 cm merupakan indukan dengan perkembangan gonad tercepat dan terbanyak.
Pengamatan
histologigonad ikan botia yang dilakukan oleh Susanto (1996), membagi
tingkat kemetangan gonad (TKG) menjadi 6 fase, yaitu sebagai berikut :
- TKG 1. Sel telur baru mengalami perbanyakan dari sel epitel dan membentuk oogonia. Kumpulan oogeniaberbentuk bulat yang dilapisi oleh satu dinding epitel. Sitoplasmanya berwarna merah jambu dengan nucleus yang besar
- TKG II. Ootgonia berkembang menjadi oositdenagn sitoplasma yang bertambah besar dengan nucleus yang terletak ditengah – tengahnya. Selama perkembangannya, oosit ditutupi satu baris epitel. Diameter oosit berkisar antara 100 – 150 um.
- TKG III. Fase ini adlah fase berkembangnya dinding sel. Oosit semakin membesar dan inti sel mulai tampak. Sitoplasma yang berwarna biru merupakan awal / persiapan vitelogenesis. Diameter telur antara 200 – 300um
- TKG IV. Membrane inti mulai tampak berwarna terang, melingkari inti sel. Inti berwarna merah jambu sedangkan sitoplasma berwarna biru yang lebih terang dibandingkan pada TKG II dan III. Pada fase ini vitelogenesis berlangsung dan mulai terbentuk granula dan vakuola pada sitoplasma. Juga mulai terbentuk zona radiate yang berasal dari sel epitel. Diameter telur antara 300 – 500 um.
- TKG V. Pada fase ini nucleus tampak jelas dengan granula yang masih kasar. Sitoplasma berwarna biru, sedangkan nucleus berwarna merah jambu agak cerah dibandingkan dengan cairan yang mulai mengalami deregerasi. Lapisan zona radiate tampak lebih jelas, tersusun dari sel berbentuk kubus dan sel tiang. Diameter telur antara 500 – 600 um.
- TKG VI. Fase ini merupakan fase maksimum perkembangna oosit, dimana sudah mengalami perkembangna optimal dengan vakuola yang berukuran besar dan jumlahnya sangat banyak. Nucleus serta granula tampak lebih jelas, memenuhi sitoplasma. Dinding folikel terdiri atas zona radiate, teka interna dan eksterna. Pada bagian tertentu dari teka terdapat epitel yang menipis, membentuk mikrofil. Diameter telur mencapai kisaran antara 600 – 700 um.
Dalam
penelitian disebutkan pula bahwa implantasi hormone LHRH-a dosis 100
ug/kg bobot induk cukup efektif memacu pematangan gonat ikan botia
diluar musim pemijahan. Induk matang gonad disuntik dengan ovaprim 1,5
ml/kg bobot induk sebanyak 2 kali dengan interval waktu 8 jam. Induk
betina memijah setelah 10 jam setelah penyuntikan kedua.
Pengeluaran
telur dan sperma dilakukan secara diurut ( stripping ). Sperma dan
telur disatukan hingga merata agar terjadi pembuahan ( fertilisasi ).
Telur akan menetas dlam 15 – 26 jam setelah pembuahan. Larva botia
mulai makan setelah berumur 3 hari, setelah yolksalknya habis. Pada
umur 25 – 30 hari benih botia sudah mencapai ukuran 2,5 cm.
2.7. Pemilihan induk
Hingga saat ini, induk botia masih berasal dari alam atau harus dibeli
di tempat penangkapan. Induk kemudian dipelihara dalam tempat
pemeliharaan yang tertutup atau wadah pemeliharaan yang tertutup agar
sinar tidak masuk. Adaptasi untuk matang gonad ikan ini agak lama
sekitar 8-10 bulan. Induk yang matang gonad ditandai dengan gendutnya
induk betina.
Cara
kanulasi atau kateterisasi merupakan cara yang paling efektif untuk
menentukan kematangan gonad. Apabila ukuran telur sudah mencapai 1,1 -
1,2 mm ikan dapat dipijahkan. Untuk induk jantan dapat dilihat dengan
pengurutan dan bila sudah dapat keluar sperma yaitu cairan putih susu
berarti dia sudah matang gonad. (Darti dkk. 2009)
Media
air yang digunakan dapat berupa air sumur, air sungai, atau air PAM
yang telah diendapkan selama 24 jam. Dalam media pemeliharaan setinggi
45–50cm, botia ditebar dengan kepadatan 6 – 8 ekkor/m2.
Calon induk diberi pakan berupa cacing sutra dan cacing tanah
secukupnya. Selain itu induk juga diberi pakan berupa pellet dengan
kandungan protein minimal 35 %, lemak 6 – 7 %, serta mengandung vitamin C
dan E. Dalam 6 -8 bulan pemeliharaan 40 % calon induk sudah matang
gonad.
BAB III. PEMBENIHAN IKAN BOTIA
3.1. Persiapan Wadah dan Alat
Pemijahan
ikan botia dilakukan secara buatan. Wadah yang digunakan untuk
menampung telur dan sperma menggunakan wadah yang licin dan bebas air
seperti mangkok dan petri untuk menghindari terjadinya kerusakan pada
telur dan mempermudah dalam peroses pembuahan. Persiapan lain adalah
spuit 1,0 ml yang sudah diambil jarumnya untuk menyedot sperma yang
keluar. Larutan garam fisiologis atau NaCl 0,9 % juga dipersiapkan
untuk mengencerkan sperma dan untuk mempertahankan sperma. Selain itu
untuk mempertahankan sperma disiapkan juga cool box yang diisi es untuk penyimpanan sperma sementara. (Darti dkk. 2007)
3.2. Seleksi Induk Matang Gonad
Seleksi
induk matang gonad untuk pemijahan dapat dilakukan dengan memilih induk
yang telah benar-benar siap untuk dipijahkan. Untuk menghindari
keracunan maka sebelum induk diseleksi akan lebih baik bila tidak diberi
pakan paling kurang 12 jam. Ada 2 tahapan yang perlu dikerjakan untuk
memilih induk betina matang gonad.
Pertama,
dengan cara visual dan rabaan. Induk yang sudah gendut perutnya saat
diraba lembut dan tidak keras umumya merupakan induk yang sudah siap
memijah. Induk-induk yang terlihat demikian dapat dipisahkan ketempat
yang disediakan untuk peroses pemijahan lebih lanjut.
Kedua,
dengan cara kanulasi atau katerisasi, yaitu mengambil contoh telur
dengan kanulasi atau kateter. Kateter bayi no : 6 FR cukup lentur dan
sesuai untuk ikan botia. Selain telur botia dapat masuk kedalam selang
kateter mudah pula untuk memasukannya kedalam lubang genitalnya. Untuk
keperluan kanulasi atau kateterisasi induk dapat dibius dulu agar tenang
dengan phenoxy ethanol sebanyak 0,3ml/L.
Apabila
induk botia sudah diam atau pingsan maka ujung kateter dapat dimasukan
kelubang genital induk sedalam 5-7 cm, sementara ujung yang lain dapat
disedot dengan mulut hati-hati atau pelan-pelan. Telur akan masuk
kedalam selang kateter.
Stadium
telur diperiksa untuk melihat kedudukan intinya, dan akan dapat dilihat
dengan mikroskop binokuler juga. Untuk keperluan ini digunakan larutan
serra yang dapat dibuat dari campura antara asam asetat, formalin 40%
dan etanol 70% dengan perbandingan 1:1:1 atau etanol 60%, formalin 30%
dan asam asetat 10%.
Kedua
formalin dapat digunakan dan hasilnya sama-sama bagus, hanya mungkin
dalam waktu yang pertama lebih cepat dari yang kedua dalam melunturkan
kuning telur (yolk). Pada telur yang sudah matang inti telur letaknya
sudah kepinggir. Pada telur yang sudah siap ovulasi maka inti sudah
amat kepinggir dan pecah (dekomposisi) yang disebut stadium Germinal
Vesicle Break Down (SVBD). (Darti dkk. 2007).
Untuk
induk jantan dapat dilihat dengan pengurutan dan bila sudah dapat
keluar sperma yaitu cairan putih susu berarti dia matang. (Darti dan Daelami, 2009)
3.3. Ciri Induk yang Matang Gonad
Ciri induk yang matang gonad sebagai berikut ( LRBIHAT, 2006 ) :
1. Jenis betina ikan botia
- Bobot induk > 80 gram
- Perut gendut
- Apabila dilakukan pengambilan sample telur dengan cara kanulasi/kateterisasi, telur berwarna abu-abu
2. Jenis jantan ikan botia
- Bobot induk > 40 gram
- Perut langsing
- Apabila dilakukan pengurutan pada bagian perut akan keluar cairan putih yaitu sperma.
3.4. Teknik Rangsangan Pemijahan
Untuk
merangsang ovulasi atau spermiasi pada induk yang telah matang gonad
dilakukan dengan cara stimulasi yaitu suntikan dengan hormon
gonadotropin. Induk yang telah matang gonad dari pemeriksaan. Dapat
diperlakukan dengan stimulasi ini.
Hormon yang digunakan adalah “ovaprim” yang merupakan produk dari
Syndel Kanada yang berisi hormon GNRH dan domperidon yang banyak dijual
di toko perikanan. Kadar yang digunakan dalam penyuntikan ini adalah
untuk induk betina 1,0 mL/kg berat induk. Induk betina disutik dua kali
yaitu yang pertama adalah 0,4 ml/kg (jam 16.00 – 17.00) dan suntikan
kedua adalah sisa kadar dengan interval 6jam. Induk jantan disuntik
bersamaan dengan suntikan pertama induk betina.
Cara penyuntikan dengan spuit kecil ( 1,0 ml ) tetapi jarum digunakan
yang agak besar (jarum dari spuit 2,5 ml ) agar biasa masuk lebih dalam
kedaging sehingga hormon dapat benar-benar masuk dan tidak ada hormon
yang ikut keluar saat jarum ditarik. Tempat suntikan dibawah sirip
punggung kira-kira 1 cm. Arah jarum adalah 300 ke arah
kepala. Agar ikan tidak berontak maka penggunaan bius seperti saat
kanulasi dapat dilakukan. Sesudah disuntik ikan dapat dimasukkan
kembali ke tempat pemeliharaan / penampungan yang sudah diamati
(akuarium atau bak).
Stripping pada induk jantan dilakukan bila induk sudah tampak gelisah
dan berenang dengan mengibas - ngibaskan ekor. (Darti dan Daelami, 2009)
3.5. Stripping
Menurut Darti dkk. (2007) tahapan stripping pada induk jantan adalah sebagai berikut :
Ø Setelah
induk jantan ditangkap, lap tubuhnya hingga kering agar sperma yang
diambil tidak bercampur air, kemudian bius menggunakan MS22 atau phenoxy
ethanol 0,3 ml/l air.
Ø Sedot sperma menggunakan spuit berisi garam fisiologis, kemudian tamping ke dalam wadah berupa mangkuk kecil.
Ø Encerkan
sperma dengan menambahkan larutan garam fisiologis (perbandingan 1 : 3
hingga 1: 4). Simpan dalam suhu dingin seperti kulkas atau ice box.
Sperma ini dapat tahan sampai 4-6 jam.
Sementara stripping induk betina dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut ini, yaitu :
Ø Seperti
halnya pada induk jantan,sebelum stripping dilakukan induk betina harus
dalam kondisi kering untuk selanjutnya dilakukan pembiusan.
Ø Setelah
dibius, lakukan pengurutan hingga telur keluar. Tampung telur dalam
wadah berupa mangkuk atau piring yang permukaannya halus.
Ø Bila ketika diurut masih terasa berat, tunggu sejenak hingga terasa ringan kembali.
Ø Lakukan pengurutan sedikit demi sedikit hingga telur habis
(Darti dan Daelami.2009)
Pembuahan
atau fertilisasi ikan botia dilakukan dengan cara artificial atau
buatan yaitu mencampur telur dengan sperma. Telur yang sudah dikoleksi
dalam wadah disemprotkan atau dicampurkan dengan sperma yang sudah
diencerkan. Tambahkan air atau air mineral perlahan-lahan secukupnya
sambil digoyang -goyangkan dengan merata selama sekitar 1(satu) menit.
Pada telur yang cukup banyak jumlahnya maka dapat digunakan kuas halus
atau bulu ayam untuk mencampur atau mengaduk telur dan sperma agar
merata. Setelah itu cuci dengan air lagi beberapa kali sampai kelihatan
airnya bersih. Telur siap ditetaskan atau diinkubasikan. (Darti dkk.2007)
3.6. Penetasan
Penetasan
telur dilakukan di dalam fiberglass berbentuk corong dengan aliran air
(sirkulasi) dari air sumur yang sudah “tua” (diaerasi minimal 48 jam)
atau air minirel (drinking water). Telur akan menetas selama 15 - 26
jam pada suhu 26-270C. (LRBBIHAT, 2006 )
Pemeliharaan
Ikan
botia daya tetasnya masih rendah baru sekitar 40%. Hal ini karena
umumnya induk botia susah beradaptasi. Namun demikian,bila dirawat
dengan baik, peluang hidup larva biasa mencapai 80-90%. Larva yang
menetas akan lebih baik dipelihara dalam corong sampai 4 hari yaitu
sampai makan artemia. Baru sesudah itu larva dapat dipindahkan ke
tempat pemeliharaan larva seperti akuarium atau bak. (Darti dan Daelami, 2009)
Pakan
larva botia adalah pakan alami. Mulut botia akan membuka pada hari
ke-4. Ukuran bukaan mulut sudah sekitar 0,2 – 0,3 mm sehingga nauplii
Artemia tetasan 24 – 36 jam yang berukuran 0,1 – 0,15 mm sudah dapat
ditelan. (Darti dkk. 2007)
3.8.
Pemanenan
Larva pada hari ke-4 kuning telur mulai mengecil kira-kira tinggal
seperempatnya dan mulut serta anus mulai membuka. Larva mulai dapat
memangsa makanan. Bukaan mulut larva botia cukup besar sehingga
nauplii Artemia tetasan 24–36 jam sudah tertelan. Hari ke-5 larva sudah
dapat makan dengan baik dan hari ke-6 kuning telur sudah habis sama
sekali.
Sirip-sirip mulai tumbuh dan semua anggota badan lengkap pada hari
ke-13 (Legendre et al., 2005). Benih ukuran 2,5 cm (1 inchi ) akan
dicapai dalam waktu 30 hari pemeliharaan. Pakan benih biasa diberikan
cacing atau pellet halus. (Darti dkk. 2007)
3.9. Pemeliharaan Induk
3.9.1. Persiapan Wadah Pemeliharaan Induk
Loka Riset Budidaya Ikan Hias Air Tawar (LRBIHAT) Depok, wadah
pemeliharaan induk botia di tempatkan di sebuah ruang khusus, berukuran
10 x 5 m dinamai Sirkulasi Bak Bundar (SBB). Dengan kondisi ruangan
yang gelap dan hanya menggunakan lampu dengan daya 5 watt dan dilengkapi
dengan pendingin ruangan (air condisioner,AC) dengan suhu air (25 - 260C) sedangkan suhu yang diset pada AC adalah 270 C.
Persiapan wadah induk diawali dengan setting peralatan, penempatan alat, pengisian air dan desinfeksi media. Sebelum digunakan,setting peralatan sistem resirkulasi perlu dilakukan dengan penempatan yang tepat. Dengan tujuan agar penggunaannya dapat bertahan lama, karena bersifat permanen. Sistem pemeliharaan dengan metode resirkulasi ini menggunakan 4 (empat) komponen yang terdiri dari wadah pemeliharaan ikan, fiter biologi besar dan filter biologis kecil serta bak penampunga air keluar.
Setelah penempatan yang tepat, bak dibiarkan selama 2 hari. Hal ini
bertujuan agar bahan-bahan kimia seperti lem dapat mengering. Sehingga
bila bak diisi air,bau lem sudah hilang. Wadah induk botia diisi
menggunakan air sumur yang telah diendapakan dan diresirkulasi di tandon
yang berukuran 2 x 2 x 2 m.
Sebelum air dimasukkan ke dalam wadah pemeliharaan induk, wadah
sebelumnya didesinfeksi menggunakan formalin 20 ppm, hal ini bertujuan
untuk mencegah penyakit yang bersumber dari wadah pemeliharaan yang
baru. Setelah diberi formalin, kemudian diisi air dan diresirkulasi
selama 6 – 7 hari. Formalin yang ada dalam wadah pemeliharaan induk
botia di asumsikan akan hilang dengan sendirinya yang di sebabkan oleh
adanya sistem resirkulasi sehingga terjadi penguapan. Pengisian air
pada wadah pemeliharaan induk botia diisi sebanyak 7000-8000 liter.
3.9.2. Penyedian dan Adaptasi Induk
Sampai saat ini sebagian besar induk botia yang terdapat di LRBIHAT
Depok masih berasal dari alam yaitu dari sungai Sumatera Selatan atau
Kalimantan. Pembesaran dari ukuran kecil dari 2 – 3 inchi akan
memerlukan waktu terlalu lama, tetapi saat ini sudah terdapat indukan
turunan pertama (F1) dari indukan yang berasal dari alam dan sudah bisa
digunakan. Induk F1 yang sudah bisa digunakan umumnya berjenis kelamin
jantan.
Adaptasi calon induk dari alam digunakan akuarium atau bak yang
ditempatkan pada tempat khusus yaitu pada ruang karantina yang tenang
(tidak terganggu), karena ikan botia sangat mudah terkejut sehingga
akuarium yang digunakan untuk karantina ditutup menggunakan plastik
berwarna hitam dan bagian atas akuarium juga ditutup untuk menghindari
ikan loncat keluar. Pencegahan ikan dari serangan penyakit yang mungkin
timbul akibat stres perjalanan dapat diberi larutan formalin 20 ppm
selama 24 jam dan dilanjutkan dengan Oxytetracyclin (OTC) 10 ppm selama 8
hari.
Adaptasi ikan dilakukan sekitar 3 minggu, kemudian ikan dapat
dipindahkan dalam bak pemeliharaan induk. Obat yang digunakan untuk
pencegahan diganti setiap harinya yaitu dengan cara menganti air pada
akuarium karantina ( Gambar 3 ) 100% dengan cara disifon pada saat
penyifonan karena saluran pemasukan untuk akuarium dibuka sambil
disifon.
Kualitas air akan optimal meliputi, suhu 26 - 360 C, pH 5,5 - 7,0 ,oksigen terlarut 5 – 8 ppm ( > 5 ppm), amoniak < 1,0 ppm.
3.9.3. Pemberian Pakan Induk untuk pematangan Gonad
Pakan yang digunakan dalam pematangan gonad induk botia adalah cacing tanah (Lumbricus sp) yang telah dibersihkan terlebih dahulu.
Pencucian dilakukan sebanyak 3 kali sampai cacing tersebut benar –
benar bersih kemudian cacing ditimbang, cacing tanah yang diberikan
bergantung pada nafsu makan ikan itu sendiri. Pemberian cacing tanah
sebanyak 100 – 1000 g.cacing tanah ini diberikan satu kali dalam sehari,
biasanya diberikan setiap sore hari pukul 15.30 WIB.
3.9.4. Pengelolaan kualitas air
Pengelolaan kualitas air induk dan calon induk botia di LRBIHAT
meliputi pengukuran kualitas air berdasar parameter fisika kimia seperti
suhu, pH, DO, amoniak, dan nitrit.
Pengukuran suhu dilakukan setiap harinya pukul 08.00 WIB. Sistem
resirkulasi yang diterapkan pada pemeliharaan induk membuat kualitas air
tetap terjaga dengan baik pada kondisi yang optimal.Sedangkan untuk
pengukuran parameter kimia seperti DO, pH, amoniak, dan nitrit.
Pengukuran pH, dilakukan dengan menggunakan alat pH-meter.
Sebelum dilakukan pengukuran, alat pH-meter dikalibrasi terlebih dahulu,
cara kalibrasi yaitu dengan mencuci sensor pH-meter dengan akuades lalu
dikeringkan dengan tissue. Setelah kering, sempel air dalam tabung
ditempatkan di bawah sensor pH-meter. Hingga sensor pH-meter terendam
oleh air sampel. Setelah beberapa saat, nilai yang muncul pada display
digital pH meter merupakan nilai pH dari air sampel yang diukur.
Pengukuran parameter ammoniak dan nitrit dilakukan dengan menggunakan alat Spektrofotometer tipe HACH DR/2010.
3.9.5. Pencegahan dan pemberantasan hama serta penyakit
Menurut Wasito (1995),
yaitu pencegahan terhadap penyakit pada saat pemeliharaan dilakukan
pada saat persiapan wadah yaitu dengn cara memasukan larutan formalin 20
ppm dan di aerasi selama 6 – 7 hari. Selain itu proses pencegahan
terhadap penyakit dilakukan pada peralatan yaitu dengan cara, setiap
selesai melakukan kegiatan, baik penggunaan saringan, selang, alat sifon
dan lainnya, selalu diawali dengan perendaman terhadap larutan bayclean
20 ppt dan apabila sudah selesai melakukan kegiatan peralatan yang
digunakan direndam kembali di dalam larutan bayclean.
3.9.6. Sampling Induk
Seleksi induk botia dilakukan setiap bulan bertempat di Sirkulasi Bak
Bundar (SBB). Sebelum dilakukan seleksi, yang biasanya dilakukan pada
hari senin, ikan terlebih dahulu dipuasakan pada hari minggu. Hal ini
dilakukan untuk menghindari keracuan data yang diperoleh, khususnya pada
saat penimbangan bobot badan.
Tujuan diadakannya sampling adalah:
1.Mengetahui TKG induk
2.Mengetahui panjang tubuh induk
3.Mengetahui bobot induk
4.Mengetahui kondisi induk
3.9.6.1. Panjang dan Bobot Induk
Setelah peralatan untuk seleksi siap, induk botia dari bak SBB A
ditangkap dengan serokan dan ditempatkan di dalam hapa yang ditempatkan
di pinggiran kolam SBB A. Lalu induk yang di dalam hapa diambil
dimasukan ke dalam baskom yang mengandung phenoxy ethanol dengan dosis
0,3 ml/L sampai ikan pingsan, seleksi pertama yaitu pengukuran panjang
dan bobot badan ( Gambar 4) pada pengukuran panjang badan dilakukan
panjang cagaknya yaitu panjang dari ujung kepala sampai lekukan ekor
bagian dalam.
Seleksi
yang kedua adalah pada bobot badan yaitu induk yang telah dilakukan
pengukuran terhadap panjang badannya diletakkan diatas timbangan digital
dengan terlebih dahulu dilap untuk mengeringkan tubuh. Hal terebut
dilakukan agar pada saat induk ditimbang, tidak ada berat tambahan dari
air yang menempel pada tubuh induk.
3.9.6.2. Kondisi Induk
Setelah
seleksi pada panjang dan bobot badan diperoleh setelah itu dilakukan
pengecekan nomor tag mengunakan mini traker untuk mengetahui ikan
tersebut jantan atau betina, apabila ikan tersebut belum diberi nomor
tag ( gambar 5) dapat dilakukan dengan melihat keadaan perut ikan
apabila apabila perut buncit maka dilakukan stripping, kemudian data
tersebut dicatat untuk digunakan sebagai acuan pada kegiatan sampling
induk berikutnya.
Seleksi
pertama adalah dengan memilih induk betina yang perutnya gendut.
Selanjutnya dari induk betina dilakukan penganbilan sampel telur
(oosit), dengan cara kanulasi atau kateterisasi. Dengan cara ujung
kateter dimasukan kedalam lubang genital sedalam ± 5 cm, disedot ujung
yang lain dengan mulut pelan – pelan sambiditarik supaya mewakili semua
telur.
3.9.6.3. Tingkat Kematangan Gonad Induk
Pada saat pengamatan di bawah mikroskop untuk mengetahui diameter telur
dapat digunakan media larutan fisiologis (NaCl 0,9 % ) supaya telur
tidak kering. Diameter telur diukur dengan skala mikrometer, pengamatan
dilakukan dengan mikroskop 3 dimensi dengan perbesaran 25 kali apabila
ukuran rata – rata telur yang diamati berkisar antara 1 - 1,2 mm ikan
dipisahkan untuk diperlakukan dengan stimulasi atau rangsangan hormon,
sementara untuk mengetahui stadiumya dapat memasukkannya ke dalam
larutan serra yaitu campuran larutan asam asetat, formalin 40 % dan
alkohol 70 %, 1:1:1.
3.10. Pemijahan Induk
3.10.1. Penyuntikan Hormon untuk Ovulasi dan Spermiasi
Setelah induk di seleksi dan diperiksa perlakuan stimulasi induksi
dengan hormon dapat dilakukan. Teknik rangsangan pemijahan buatan yang
dilakukan menggunakan cara hormonal, yaitu menggunakan metode
penyuntikan secara intramusclar dengan menggunakan hormon gonadotropin.
Hormon yang digunakan adalah Human Chorionic Gonadotropin (HCG) dan ovaprim.
Untuk induk betina dilakukan dua kali penyuntikan, yaitu penyuntikan
yang pertama menggunakan HCG yang berfungsi untuk menghomogenkan
diameter oosit dan untuk pematangan telur. Selanjutnya dilakukan
penyuntikan kedua dengan ovaprim yang berfungsi untuk memicu terjadinya
ovulasi. Dosis HCG yang digunakan untuk penyuntikan induk betina adalah
500 IU/kg bobot berat induk dan 0,6 ml/kg bobot untuk penyuntikan
ovaprim. Perbedaan ini terjadi karena dari hasil percobaan yang pernah
dilakukan di LRBIHAT penggunaan kombinasi antara HCG dan ovaprim pada
induk betina hasil ovulasinya lebih baik dari pada menggunakan ovaprim
saja. (Susanto, 2007)
Alat
untuk menyuntikan hormon menggunakan spuit 1 ml dengan jarumya. Hal
ini dilakukan agar hormon yang disuntikan bisa masuk lebih jauh kedalam
daging dan hormon tidak keluar pada saat jarum suntik ditarik keluar.
Dalam melakukan penyuntikan harus dilakukan secara perlahan – lahan
sambil spuit ditarik perlahan – lahan, agar memudahkan cairan masuk
dalam jaringan otot.
Tempat menyuntik ( Gambar 6) adalah tepat di bawah sirip punggung, kira – kira 1 cm dari sirip dorsal dengan jarak antara jarum dan ikan membntuk sudut 450 .
Untuk
memudahkan dalam melakukan penyuntikan, dilakukan pembiusan dengan
menggunakan phenoxy ethanol dengan dosis 0,3 ml/liter. Teknik pembiusan
yang dilakukan seleksi induk, yaitu dengan metode perendaman ikan yang
akan disuntik dimasukan kedalam larutan phenoxy ethanol sampai pingsan
kemudian ikan diangkat dan disuntik.
3.10.2. Pengeluaran Telur dan Sperma serta Fertilisasi Buatan
Pengeluaran telur dan sperma dilakukan dengan cara ”stripping” atau
pengurutan. Jarak penyuntikan kedua dan ovulasi pada induk
betina adalah ekitar 11 – 15 jam tergantung dari suhu air media
pemeliharaan (26 – 29 0 C).
Pengeluaran sperma di lakukan terlebih dahulu untuk mengumpulkan
spermanya. Alat yang dilakukan untuk penyedotan sperma adalah spuit
yang bervolume 1 ml jarum pada spuit terlebih dahulu dilepaskan. Sperma
diambil dengan cara mengurut perut induk perlahan – lahan. Sperma
tidak boleh terkena air maupun urine dari ikan, karena apabila terkena
air atau urine sperma tersebut akan menjadi aktif dan tidak dapat
digunakan lagi.
Sperma yang diambil dengan perbandingan 1 induk betina dengan 4 induk jantan, sperma tersebut dikumpulkan terlebih dahulu.
Pada
penganbilan sperma spuit yang digunakan untuk penyedotan sudah diberi
larutan fisiologis (NaCl 0,9 % ) sebanyak 0,4 ml apabila spuit yang
digunakan penuh maka stripping dihentikan dan sperma yang didapat di
pindahkan ke dalam evendof yang bervolume 1 ml kemudian sperma tersebut dikocok sampai merata dan simpan di dalam cool box yang sudah diberi es batu.
Induk betina yang sudah siap untuk distriping (gambar 8) biasanya pada saat stripping telur akan keluar sangat mudah dan lancar, bila masih susah dapat ditunggu beberapa saat sampai terasa mudah. Namun apabila stripping terlambat untuk dilakukan maka telur akan keluar duluan di tempat penampungan induk dan pada saat sripping telur tersebut mengandung air yang dapat mengurangi kualitas telur.
Fertilisasi atau pembuahan buatan ( Gambar 9) yaitu dilakukan dengan
mencampukan sperma pada telur yang sudah distripping, jumlah sperma yang
digunakan tergantung dari banyak telur yang diperoleh, setelah sperma
dicampukan kemudian diaduk supaya sperma tersebar merata kemudian di
tabahkan air mineral secukupnya, kemudian diaduk sekitar 1 menit.
Penambahan
air bertujuan untuk mengaktifan sperma dan pencucian telur, sebelum
telur ditebar di corong telur harus dicuci bersih terlebih dahulu sampai
air pada pencucian telur berwarna bening. Apabila telur sudah bersih
maka telur siap di tetaskan pada corong penetasan.
BAB IV. PEMBESARAN IKAN BOTIA
4.1. Persiapan Wadah
Wadah
yang digunakan untuk inkubasi telur adalah corong terbuat dari bahan
fiber dengan diameter corong 25 cm dan tinggi 35 cm yang diletakan dalam
kain berukuran 1 x 1 x 0,75 m, pada bagian atas kain tersebut dipasang
paralon yang berbentuk persegi empat ukuran 1inchi yang berfungsi
sebagai pelampung sedangkan pada bagian bawah dipasang paralon yang sama
tetapi diberi lubang yang berfungsi sebagai pemberat, setiap kain
diletakan 2 buah corong.
Corong
diletakan pada kain yang telah dipasang dalam bak beton, supaya corong
tidak tenggelam dan tidak goyang maka diberi sterofom yang sudah diberi
lubang sebanyak 2 buah pada setiap corong memilki lubang pada bagian
samping atasnya sebanyak 3 buah yang berfungsi untuk tempat keluarnya
larva dari corong . Sirkulasi air yang datang dari bawah, memungkinkan
telur melayang dan tidak berkumpul di bagian dasar corong.
4.2.Penebaran Telur
Penebaran
telur dilakukan pada ruang inkubasi, telur yang sudah dibuahi
dipindahan secara hati-hati kedalam corong penetasan. Telur ikan botia
yang ditebar dalam corong penetasan berwarna bening dengan diameter ± 1
mm. Sebelum telur dimasukan dalam corong, aliran air harus dihentikan
untuk menghindari hanyutnya telur melalui lubang pengeluaran larva.
Setelah telur – telur tenggelam dalam dasar corong, aliran air dibuka
secara perlahan pada saat pengadukan jangan terlalu kencang hal yang
harus dilakukan hanya untuk menjaga agar telur – telur tetap terus
bergerak.
4.3.Panen dan Penebaran Larva
Setelah
17 – 20 jam dalam corong penetasan telur botia akan menetas dan larva
yang normal akan keluar sendiri dari corong, sedagkan larva yang
abnormal dan telur yang tidak menetas akan tetap berada dalam corong
oleh karena itu selain untuk inkubasi telur corong juga berfungsi
sebagai seleksi larva.
Pemanenan
larva dilakukan pada hari ke-6 setelah menetas. Pemanenan dilakukan
menggunakan serokan, larva yang terdapat pada kain penampungan diserok
kemudian larva diambil dihitung. Pada saat pemanenan larva harus selalu
berada dalam air karena jika tidak larva tersebut akan mati.
Sebelum
larva ditebar dalam akuarium larva ditampung terlebih dahulu dalam
basket yang masing – masing basket diisi dengan 500 ekor larva. Larva
tersebut dimasukkan dalam akuarium dengan cara aklimatisasi terlebih
dahulu.
4.4.Pemberian Pakan Larva
Pakan
yang diberikan untuk larva botia adalah pakan alami yaitu artemia.
Mulut larva botia akan membuka pada hari ke 4. Ukuran bukaan mulut
sekitar 0,2 – 0,3 mm sehingga artemia tetasan 20 – 30 jam berukuran 0,1 –
0,15 mm sudah dapat ditelan. Sebelum diberikan artemia yang menjadi
sumber energi bagi larva botia adalah kuning telur. Kuning telur larva
habis pada hari ke 6, pada hari ke 5 larva sudah dapat makan dengan baik
karena larva sudah bisa berenang terarah.
Pemberian
artemia pada larva tidak boleh berlebihan karena kelebihan pakan
menyebabkan mortalitas pada larva akibat kualitas air yang menurun yang
disebabkan oleh pembusukan sisa artemia yang mati karena tidak dimakan
oleh larva.
4.5.Pengelolaan Kualitas Air Larva
Pada
pengelolaan kualitas air untuk larva, media air yang digunakan
menggunakan air tanah yang tela diendapkan selama 48 jam di dalam tandon
sambil diresirkulasi. Pengelolaan kualitas air selama perawatan
terdiri dari penyifonan, pergantian dan pengisian air. Penggantian atau
pengisian air media pemeliharaan juga dilakukan setelah dilakukan
penyifonan. Pengisian air dilakukan pada tandon resirkulasi yang akan
masuk ke dalam akuarium menggunakan kran yang sudah tersedia air tidak
langsung dimasukkan dalam akuarium pemeliharaan untuk menghindari
kualitas air yang berbeda.
4.6. Pemeliharaan Benih
4.6.1. Persiapan wadah
Pemeliharaan
benih dilakukan di dalam terpal dengan ukuran 9,4 x 6,3 x 3 m.
Penggunaan terpal bertujuan untuk menaikkan dan mempertahankan suhu.
Persiapan wadah dilakukan jauh – jauh hari sebelum penebaran benih.
Sebelum digunakan akuarium dicuci bersi terlebih dahulu. Filter yang
digunakan pada sistem resirkulasi pemeliharaan benih adalah filter fisik
(batu karang dan darkon) serta filter biologi (bioboll) yag diletakan
dalam drum dengan ukuran tinggi 85 cm dan diameter 35 cm sedangkan untuk
sterilisasi air menggunakan sinar ultra violet (UV) dengan panjang
gelombang 7000 µ W/cm2.
Sebelum
digunakan resirkulasi terlebih dahulu diberi formalin untuk pencegahan
penyakit. Dosis yang di gunakan adalah 20 ppm dan diasumsikan formalin
akan hilang dengan sendirinya selama 6 – 7 hari karena penguapan.
Setelah persiapan wadah selesai benih siap ditebar ke dalam akuarium.
4.6.2. Penebaran Benih
Penebaran
benih dilakukan setelah larva berumur 30 hari di dalam ruang terpal dan
pemberian artemia sudah dihentikan. Sebeum ditebar dilakukan
aklimatisasi terlebih dahulu dengan cara meletakan wadah yang digunakan
dalam akuarium kemudian ikan dituangkan secara pelan – pelan ke dalam
akuarium.
4.6.3. Pengelolaan Kualitas Air Benih
Pengelolaan kualitas air dalam pemeliharaan benih terdiri dari penyifonan akuarium, pengecekan suhu, dan pengontrolan DO, NH3, NO2,
pH dan konduktivitas. Penyifonan dilakukan setiap hari, selang yang
digunakan untuk pensifonan harus dicuci dengan bayclean untuk setiap
resirkulasi yang berbeda, hal ini bertujuan untuk mencegah penyebaran
penyakit apabila ada salah satu akuarium terserang penyakit.
4.6.4. Pemberian Pakan Benih
Pakan yang diberikan untuk benih adalah pakan berupa cacing darah beku (Chironomus sp )
4.6.5. Pencegahan dan Pengobatan Penyakit pada Benih
Pencegahan
penyakit dalam pemeliharaan benih antara lain adalah apabila ingin
memulai pekerjaan dalam ruang terpal tangan disemprot menggunakan
alkohol terlebih dahulu dan setelah pemakaian alat peralatan tersebut
direndam dalam larutan bayclean 20 ppt. Selain itu pencegahan yang
dilakukan adalah dengan mempertahankan suhu agar selalu stabil pada
suhu tinggi yaitu > 270C. Pengobatan penyakit pada benih adalah dengan pemberian formalin dengan dosis 20 ppm.
4.7.Pakan Alami
Pakan
alami yang digunakan untuk larva ikan botia adalah artemia, untuk
benih adalah blood worm sedangkan untuk induk adalah cacing tanah.
Kultur pakan alami yang dilakukan di LRBIHAT adalah hanya sebatas kultur
artemia sedangkan untuk blood worm dan cacing tanah diperoleh dengan
cara dibeli. Cacing tanah yang dibeli kemudian di tampung dalam wadah
penampungan sementara yang berukuran 1 x 1 x 0,5 m yang dilapisi
pelastik dan diisi dengan tanah.
BAB V. Panen dan Pemasaran
5.1. Panen
Panen
dilakukan pada saat benih berukuran 1,5 – 2 inchi. Pemanen dilakukan
dengan cara ikan botia diserok dengan serokan lalu di masukan ke dalam
baskom yang diisi air di sesuaikan lalu disortir disesuikan dengan kuran
ikan. Setelah itu di masukan ke dalam pelastik untuk ikan yang
berukuran 1,5 inchi diisi 75 ekor per kantog pelastik, sedangkan untuk
ikan yang berukuran 1 ¾ inchi diisi 70 ekor per kantong pelastik dan
ukuran 2 inchi diisi 65 ekor per kantong.
Pengemasan dilakukan dengan menggunakan kantong – kantong plastik dengan ukuran disesuikan dengan jumlah ikan dan jarak tempuh.
5.2.Pemasaran
Pemasaran
ikan botia dilakukan melalui pedagang pengumpul dan eksportir yang
datang langsung ke LRBIHAT (Loka Riset Budidaya Ikan Hias Air Tawar)
yang kemudian akan dipasarkan ke negara –negara Eropa, Asia, dan
Amerika.
5.3.Permasalahan dan penyelesaian
Tabel.1 Permasalahan dan Penyeleasin
PERMASALAHAN
|
PENYELESAIAN
|
1. Apabila terdapat perbedaan suhu antara ruang inkubasi dengan sirkulasi bak bundar (SBB)
2. Apabila ikan mengalami stres
|
1. Antara suhu ruang inkubasi dengan sirkulasi bak bundar harus sesui atau di samakan suhunya
2. Akuarium ikan ditutupi dengan plastik warna hitam agar ikan tidak kaget atau terkejut
|
BAB VI. KESIMPULAN DAN SARAN
6.1. Kesimpulan
1. Dalam
pembenihan ikan botia dibutuhkan ketelitian dan kesabaran karena daya
tetas dan kelangsungan hidup ikan ini masih sangat rendah.
2. Ikan
Botia ini mudah stres, stres bisa dari perubahan suhu atau suhu yang
tidak stabil dan bisa akibat dari kehadiran seseorang secara tiba –
tiba.
3. Apabila
ikan Botia ini mengalami stres dapat berakibat buruk, pada larva bisa
berupa kematian sedangkan pada induk tidak jadinya pemijahan.
4. Induk
ikan botia yang ada di Loka Riset Budidaya Ikan Hias Air Tawar Depok
berasal dari alam dan F1 induk yang berasal dari alam yang sudah bisa
digunakan saat ini berjenis kelamin jantan.
6.2. Saran
1. Agar ikan tidak mudah stres diberi penutup berupa plastik berwarna hitam.
2. Bagi para pembudidaya agar tidak melakukan pemijahan,disarankan hanya melakukan pembesaran.
3. Apabila akan melakukan pembesaran disarankan ikan Botia yang sudah berukuran 1,5 inchi.
DAFTAR PUSTAKA
Ghufran, M., & Kordi K, H. 2009. Berbisnis Dari Budidaya Ikan Botia. Yogyakarta.
Kottelat, Maurice, Anthony, J., Nurani, S., Kartikasari, & Wirjoatmodjo, S. 1993. Freshwater Fishes of Western Indonesia and Sulawesi. Periplus Edition (HK) Ltd.
Lesmana Darti, S., & Daelami, D. 2009. Panduan Lengkap Ikan Hias Air Tawar Populer. Jakarta.
Lesmana Darti, S., Mundriyanto, H., Subandiyah, S., Chumaidi, Sudarto, Taufik, P. 2007. Teknologi Pembenihan Ikan Botia Skala Laboratorium. Loka Riset Budidaya Ikan Hias Air Tawar. Depok.
Loka Riset Budidaya Ikan Hias Air Tawar. 2006. Pembenihan Ikan Botia. Direktorat Jenderal Perikanan Departemen Kelautan dan Perikanan. Depok.
Saanin, Hasanuddin. 1984. Taksonomi dan Kunci Identifikasi Ikan. Bina Cipta. Jakarta.
Susanto, H. 1996. Teknik Kawin Suntik Ikan Ekonomis. PT. Penebar Swadaya. Jakarta.
0 komentar:
Posting Komentar