Rabu, 29 Mei 2013

Banggai Cardinal Fish




Ikan Banggai Cardinal atau juga dikenal dengan Banggai Cardinal Fish yang memiliki nama lmiah Pterapogon kauderni merupakan ikan laut endemik di Kepulauan Banggai, Provinsi Sulawesi Tengah, dan tidak ditemukan di tempat lain di dunia. Masyarakat setempat menyebutnya “capungan”atau “bibisan”. Namun dengan maraknya perdagangan ikan hias dengan harga yang cukup menggiurkan, maka ikan tersebut juga dapat ditemukan ditempat lain terutama di pulau Bali (tepatnya disekitar perairan Gilimanuk). Menurut nelayan setempat awal mula keberadaan ikan ini adalah merupakan hasil sortiran yang tidak masuk ke dalam standar untuk di perdagangkan, kemudian dibuang ke laut dan selanjutnya ikan tersebut dengan sendirinya hidup dan berkembangbiak disekitar perairan Gilimanuk.
Banggai Cardinal Fish biasanya hidup secara berkoloni (bergerombol) di antara terumbu arang dan kumpulan bulu babi, setiap gerombol terdiri dari 30 sampai 40 ekor. Selain itu, ikan ini sering terlihat berenang di padang lamun. Panjang badannya sekitar 6 sampai 8 centimeter, bentuk badannya agak pipih dengan ekor terbelah dua mirip burung wallet, memiliki warna cokelat muda keperakan dengan variasi bintik putih pada badan dan sirip. Ada belang melintang berwarna hitam di badannya mulai dari sirip punggung sampai sirip perut, juga dari jari-jari lemah sirip punggung sampai dengan sirip dubur.
Sejak 1990, Banggai Cardinal Fish menjadi salah satu ikan hias yang diincar para kolektor dalam dan luar negeri. Karakter yang berbeda dengan ikan apogonid lain membuat ikan endemik di Banggai Kepulauan, Sulawesi Tengah, ini banyak dicari. Diperkirakan 5.000 ekor ditangkap tiap pekan dan sedikitnya 600-700 ribu ekor diekspor oleh nelayan lokal setiap tahun. Diperkirakan pada tahun 2001-2004, Banggai Cardinal Fish yang diperdagangkan mencapai 700-900 ribu ekor tiap tahun. Penangkapan Banggai Cardinal Fish, yang semula terkonsentrasi di Pulau Banggai, akhirnya meluas sampai keseluruh Banggai Kepulauan, termasuk daerah yang awalnya belum terjamah. Akibat meningkatnya permintaan Banggai Cardinal Fishdiluar negeri dengan harga yang cukup menjanjikan tersebut, maka lama kelamaan tentu keberadaan. Banggai Cardinal Fish susah ditemukan dan akhirnya akan mengalami kepunahan akibat overharvesting.
Untuk penyelamatan spesies Banggai Cardinal Fishtersebut selain diperlukan upaya pembentukan Kawasan Konservasi Laut di lokasi habitatnya, juga yang paling penting adalah mendorong para nelayan dan stakholder lainnya untuk melakukan upaya rehabilitasi, antara lain melalui pengembangbiakan ikan tersebut. Dengan demikian pengambilan di alam/tekanan perusakan habitatnya akan berkurang dan kelangsungan hidup Banggai Cardinal Fishmenjadilestari.

Klasifikasi BCF

Ikan Banggai cardinal fish mempunyai 27 genus dan 250 spesies, tetapi hanya satu spesies yang terdapat di Indonesia, yaitu kaudermi. Ikan ini mulai diketahui sejak tahun 1920, dan mulai dikoleksi oleh penggemar ikan hias pada tahun 1933. Menurut Tullock dan Michael (1999) ikan Banggai Cardinal Fish diklasifikasikan sebagai berikut :
Kingdom         : Animalia
Filum               : Chordata
Sub Filum        : Vertebrata
Super Klas       : Gnathostomata
Kelas               : Osteichtyes
Sub Klas          : Actinopterygi
Super Ordo     : Teleostei
Famili              : Apogonidae
Genus              : Pterapogon
Spesies            : Pterapogon kauderni

Morfologi BCF

Banggai Cardinal Fishmempunyai ciri-ciri sebagai berikut: bentuk tubuh agak pipih dengan mata yang besar berwarna hitam dan bentuk mulut terminal dengan ukuran besar, rahang bawah cenderung menonjol. BCF memiliki dua buah 3 sirip punggung yang terpisah, dimana pada sirip dorsal yang pertama mempunyai 6 sampai 8 jari-jari sirip dan pada sirip dorsal yang kedua mempunyai 8 sampai 14 jari-jari sirip lunak, serta dua sirip dibagian anal dengan jumlah jari-jari lunak 8 sampai 18 (Nelson, 1994 dalam Steve et al., 2005). Ukurannya kecil, dan panjang total ikan dewasa maksimal 10 cm. Ciri khas antara lain sirip ekor bercabang yang memanjang serta pola warna khas yaitu dasar keperakan agak kuning kecoklatan dengan garis hitam vertikal dan bintik-bintik putih/perak kebiruan pada sirip-siripnya.
Agak sulit untuk membedakan ikan jenis jantan dan betina, karena secara  keseluruhan hampir sama. Adapun perbedaan antara ikan jantan dan betina adalah sebagai berikut :
Ikan jantan biasanya lebih besar
Ikan jantan mempunyai rahang yang lebih besar, karena ikan jantan mengerami telur di dalam mulutnya

Distribusi, Habitat dan Tingkah Laku

Daerah penyebaran Banggai Cardinal Fish sangat terbatas di wilayah Sulawesi Tengah bagian Timur, tepatnya di Kepulauan Banggai, karena itu spesies ini termasuk endemik. Habitat alami Banggai Cardinal Fish dapat ditemukan di perairan laut dangkal dengan kedalaman 0 sampai 5 meter, dengan pH 8,1 sampai 8,4 dan suhu perairan 25 sampai 28C. Populasi ikan ini dapat ditemukan pada daerah lamun (sea grass) dan terumbu karang di mana banyak terdapat bulu babi dan anemon. Banggai Cardinal Fish hidup bersimbiosis dengan bulu babi (Diadema setosum) yang umumnya terdapat di perairan pantai. Simbiosis dilakukan dengan cara mengupayakan agar garis hitam pekat pada tubuh mereka membaur membentuk garis lurus dengan salah satu duri bulu babi yang bertujuan untuk penyamaran dan perlindungan dari serangan predator. Selain bulu babi, ikan ini juga memiliki tempat perlindungan lain yaitu anemon laut dengan cara memanfaatkan tubuh mereka yang kecil agar dapat menyelinap diantara helaian anemon laut.
Pterapogon kauderni memiliki perilaku sedentary (menetap), dan cenderung melayang berdekatan dengan mikrohabitat pelindung, jika merasa terancam atau terganggu cenderung mencari perlindungan pada symbiont tersebut. Sepanjang hidupnya cenderung berkelompok dan tidak berpindah jauh dari tempat asalnya. Jika merasa terancam atau terganggu, BCF cenderung mencari perlindungan diantara duri-duri, tentakel-tentakel atau cabang-cabang symbiontnya.

Siklus Reproduksi BCF

Reproduksi merupakan salah satu mata rantai dalam siklus kehidupan yang saling berhubungan dengan mata rantai lainnya yang akan menjamin kelangsungan hidup spesies. Siklus reproduksi pada ikan tetap berlangsung selama fungsi reproduksi masih normal. Reproduksi ikan erat kaitannya dengan perkembangan gonad. Banggai Cardinal Fish dapat hidup selama 2 sampai 4 tahun, setelah mencapai ukuran dewasa yaitu ukuran panjang standar 3,5 cm dengan umur 9-12 bulan, siap menghasilkan keturunan. Pterapogon kauderniadalah golongan ikan yang paternal mouth brooding apogonid white direct development (mengeramkan sampai menetas dimulut). Telur berdiameter sekitar 3 mm, dengan Jumlah telur yang dihasilkan sekitar 40 sampai 60 butir, dan ini termasuk rendah bila dibandingkan dengan ikan laut lainnya, sedangkan juvenil yang dapat dihasilkan biasanya berkisar antara 20 sampai 30 ekor. Seusai pembuahan, telur di eramkan dimulut jantan selama 20 hari, setelah telur menetas, induk masih melindungi anaknya di dalam mulut selama 6 sampai 10 hari hingga perkembangan anatomi dan morfologi larva relatif sempurna. Selama mengeram, induk jantan tidak makan. Setelah larva berkembang menjadi juvenil, induk jantan akan melepaskannya dari mulut, dan juvenil langsung mencari perlindungan dan makan. Perlindungan umumnya berupa koloni bulu babi. Siklus hidup ikan Banggai Cardinal Fish meliputi stadia induk, telur, larva, benih, juvenil, dewasa, dan induk.
Fekunditas adalah jumlah telur yang dikeluarkan oleh induk betina pada saat memijah. Pengetahuan fekunditas merupakan salah satu aspek yang memegang peranan penting dalam pengembangbiakan ikan. Dari fekunditas secara tidak langsung kita dapat menaksir jumlah anak ikan yang akan dihasilkan dan akan menentukan pula jumlah ikan dalam kelas umur yang bersangkutan.
Secara umum, Banggai Cardinal Fish memiliki fekunditas yang rendah dibandingkan dengan jenis ikan laut lainnya, dimana setiap kali pemijahan induk betina hanya menghasilkan 30-40 butir telur saja.

Budidaya

Persiapan Wadah

Sebelum proses kegiatan pemijahan dimulai, terlebih dahulu dilakukan persiapan terhadap wadah yang akan digunakan. Untuk wadah pemeliharaan induk berupa bak fiber dan untuk benih yang masih kecil dapat menggunakan akuarium, wadah tersebut dilengkapi dengan instalasi air dan instalasi aerasi. Wadah yang sudah siap terlebih dahulu dicuci dengan bersih baru kemudian diisi dengan air laut dengan system air mengalir dan diberikan beberapa ekor bulu babi sebagai tempat perlindungan baik untuk induk maupun benih yang akan dilahirkan.

Aklimatisasi

Aklimatisasi adalah upaya untuk menyamakan kondisi media pemeliharaan awal dengan media pemeliharaan yang baru. Kegiatan ini dilakukan untuk mencegah terjadinya stress pada ikan dengan perubahan media pemeliharaan yang mendadak, sehingga dapat mengurangi jumlah kematian ikan. Proses aklimatisasi pada ikan hias BCF yang baru datang adalah sebagai berikut :
  • Kantong plastik berisi ikan hias BCF dimasukkan ke dalam bak yang telah berisi air laut.
  • Kantong plasik didiamkan terapung selama ± 15 menit dan akan terlihat uap air pada kantong plastik. Kegiatan ini dimaksudkan agar suhu air di dalam kantong plastikperlahan-lahan sama dengan suhu air dalam bak.
  • Kantong plastik dibuka satu per satu dan ikan BCF dipindahkan ke dalam bak pemeliharaan induk.
  • Kepadatan induk BCF dalam bak ini berkisar antara 20 - 30 ekor/bak.

Penanganan Induk

Dalam penanganan induk perlu ketelitian khusus baik itu kondisi induk maupun terhadap kualitas air dalam bak pemeliharaan. Induk yang sakit biasanya kurang nafsu makan, pergerakan tidak normal dan biasa juga ditandai dengan adanya perubahan warna yang agak kemerah-merahan di bagian badan antara kepala dan sirip punggung. Untuk menjaga kualitas air maka setelah pemberian pakan dilakukan, kotoran dan sisa pakan di dasar bak dibersihkan dengan menggunakan alat penyedot (sipon) serta lemak yang mengapung dipermukaan diusahakan terbuang melalui pipa pembuangan atau diangkat langsung dengan serokan agar kualitas air tetap terjaga.

Pemberian Pakan

Pakan yang diberikan kepada induk BCF berupa pakan rucah, pakan cumi dan pakan pellet yang diberikan secara adlibitum atau sekenyangnya. Selain itu, dapat diberikan pakan alami berupa Artemia dewasa atau pakan hidup lainnya yang sesuai dengan bukaan mulutnya untuk melengkapi nutrisinya. Hal ini dikarenakan ikan ini di alam terbiasa makan udang-udangan kecil, ikan-ikan kecil dan avertebrata air lainnya. Pakan diberikan sebanyak 2 kali sehari yaitu pada pagi dan sore hari. Sebelum pakan diberikan, perlu ditambahkan multivitamin yang mengandung vitamin C, B, dll untuk meningkatkan daya tahan tubuh ikan. Selain itu diberikan pula pengkayaan berupa vitamin E yaitu Natur E untuk meningkatkan kualitas telur induk-induk BCF. Multivitamin diberikan setiap hari sedangkan vitamin E diberikan 2 kali seminggu. 

Pemijahan

Induk-induk betina yang matang gonad dan siap memijah ditandai dengan perutnya yang membuncit dan terpisah dengan kawanan ikan yang lain. Sebelum memulai pemijahan, biasanya ditandai dengan induk jantan berenang meliuk-liukkan tubuhnya di sekitar induk betina untuk memancing atau merangsang induk betina untuk melakukan perkawinan.Setelah proses pemijahan selesai, induk jantan akan mengerami telur-telur yang telah terbuahi ke dalam mulutnya. Proses pengeraman telur ini dilakukan selama 15-18 hari. Selama waktu tersebut, induk jantan tidak makan dan tetap menjaga telur tersebut. Pada saat pencucian bak terutama diwaktu pemindahan induk perlu kehati-hatian karena induk jantan yang merasa terganggu akan memuntahkan telur yang dieraminya.

Pemeliharaan Benih

Ikan BCF merupakan tipe ikan yang memelihara telurnya dalam mulut (mouthbreeder) hingga menjadi benih yang memiliki morfologi sama dengan ikan dewasa. Sehingga dalam kegiatan pembenihan ikan BCF, tidak melalui proses pemeliharaan larva, mengingat fase pemeliharaan larva dilakukan oleh induk jantan dalam mulutnya. Setelah 15 – 18 hari masa pengeraman, benih-benih yang keluar dari mulut induk jantan telah siap beradaptasi dengan lingkungan baru. Proses ini berlangsung bertahap mengingat proses perkembangan organ tubuh benih tersebut bervariasi dan tidak bersamaan. Benih yang dihasilkan oleh satu ekor induk berkisar antara 13 – 55 ekor benih. Benih-benih yang telah keluar biasanya tidak memiliki cadangan makanan (yolk egg) dalam tubuhnya lagi, sehingga harus mendapatkan asupan makanan dari luar. Pakan yang diberikan pada stadia awal adalah nauplii artemia. Pemberian naupli artemia ini berlangsung selama ± 45 hari, kemudian selanjutnya diberikan artemia yang dewasa pada umur lebih dari 45 hari. Benih sebaiknya diajarkan makan pellet agar lebih memudahkan dalam penanganannya. Setelah benih berumur ± 4 bulan, dapat diberikan pakan rucah yang dipotong halus sesuai dengan bukaan mulutnya. Pakan ini diberikan sebanyak 2 – 3 kali sehari dengan dosis sekenyangnya (adlibitum).

Sumber:
http://abganfish.blogspot.com/2013/01/budidaya-ikan-hias-banggai-cardinalfish.html
http://yulfiperius.files.wordpress.com/2011/07/banggai-cardinal-fish-diterbitkan-di-mjlh-triwulan-unihaz2.pdf

0 komentar:

Posting Komentar